• Breaking News

    Sabtu, 25 Maret 2017

    Cerpen Kasih Sayang "Namaku Guteng"


    cerpen tentang kehidupan dan kasih sayang
     cerpen tema kasih sayang



      Perempuan tua itu sejak tadi duduk di kursi kesayangannya. Malam yg sepi belum membuatnya bergegas ketempat tidur. Lampu ruangan yg temaram. Nyamuk-nyamuk yg berterbangan mencari mangsa. Kecoa yg sibuk hilir mudik. Adalah teman. Entah, apakah teman yg baik atau teman yg jahat.

      Sementara, seperti biasanya  setiap saat perempuan tua itu duduk dikursi itu aku selalu ada di pangkuannya. Terasa ada ketenangan. Ada kasih yg ku dapatkan. Dan, selalu perempuan tua itu akan membelai tubuh ku yg memiliki bulu lebat itu dengan sayang. 

      "Kamu sekarang sudah besar dan gemuk, Teng." Perempuan tua itu mengusap tubuh ku dari ujung kepala sampai ujung ekor. "Padahal dulu... Kamu kurus sekali. Bahkan hampir mati ya,ya... Mungkin kamu akan mati kalau tidak di temukan ditumpukan sampah itu." Perempuan tua itu menghela nafasnya. Diam sesaat. Lalu bercerita tentang asal usulku. Katanya, dulu saat dia membuang sampah ditempat pembuangan. Dia mendengar suara jeritanku. Dan setelah di carinya aku ternyata ada dibawah gundukan sampah yg menggunung ditempat itu. Seseorang telah membuangku. Oh jahat sekali dia !. Perempuan tua itu kemudian menyelamat kan ku, memandikan ku, memeberi makan ku, mengurusku sehingga aku betah dan gemuk. Terimakasih nek...!

      "Oh ya." Sambungnya. "Kamu tau tidak kenapa kamu aku panggil guteng?" Perempuan tua itu dengan matanya yg mulai rabun menatapku. "Karna seluruh tubuhmu berwarna hitam. Tidak ada warna lain sedikit pun." Perempuan tua itu sepertinya tersenyum kecil. Mungkin karna geli. "Tapi itu yg membuatmu kelihatan unik dari kucing-kucing lain. Kamu senang kan diberi nama itu?"

      Aku menggaruk tubuhku yg sebenarnya tidak gatal. Aku mencoba memahami arti nama itu. Guteng.?" Sebenarnya aku tidak peduli dengan siapa namaku. Bagiku semua nama itu sama saja. Tapi karna perempuan yg sangat berharga dalam hidupku itu memberi namaku guteng, maka aku jadikan nama itu sebagai lambang kebesaranku. Dan aku merasa tersanjung. 

      "Kamu bagi ku sangat berharga, Teng." Suatu saat perempuan tua itu berkata lirih. "Kamu membuat ku sedikit terhibur. Dulu sebelum ada kamu, aku sangat kesepian." Perempuan tua itu mengusap bulu-bulu ku. "Aku disini sendirian." 

      Perempuan tua itu terdiam beberapa lama. Tarikan nafasnya yg panjang berbaur dengan suara dengkur nafasku. Aku merasa bahwa dia seperti memendam rasa. Rasa yg sukar kutebak. Mungkin sebuah harapan mungkin pengertian. Atau entah apalagi...!!

      "Aku punya tiga orang anak, Teng. Tapi mereka semuanya jauh, pekerjaan yg mengharuskan mereka jauh dariku. Sebenarnya mereka mengajakku untuk tinggal bersama. Tapi aku tidak betah. Karna sebelahnya anakku tapi sebelahnya lagi bukan. Dan juga aku amat berat meninggalkan rumah ini, Teng. Disini semua kenangan manis tercipta. Hidup rukun dengan suami, disini aku dan mas Bad mendidik anak-anak dengan penuh cinta. Dan merekapun tumbuh dengan baik." 

      Aku sebenarnya kurang mengerti apa yg diceritakannya. Tapi aku merasa senang, karna aku dijadikannya tempat curahan hatinya.

    Biasanya setelah dia curhat padaku wajahnya tampak berseri-seri. Mungkin beban yg menindih hatinya terlempar sudah. Jauh. Jauh sekali...!

      Suatu malam aku terbangun dari tidurku. Aku terkejut karna disampingku perempuan tua itu tidak ada. Buru-buru aku loncat dari pembaringan. Tapi aku tidak akan sulit mencari dimana dia berada diwaktu seperti ini. Pasti perempuan tua itu ada di tempat yg biasa dia pakai untuk melakukan sesuatu. Ya, ya... 

      Benar. Aku melihat dia ada di tempat itu. Pakaian serba putih yg menutupi seluruh tubuhnya nampak serasi dengan gerakan yg sedang dilakukannya. Mungkin seperti ini cara bangsanya untuk beribadah pada Sang pencipta beda dengan bangsa ku dalam memujiNya. Dan seperti biasa, aku tidak menghampiri dia saat itu. Setelah dia selesai baru aku mengeong dan mendekat di pangkuannya. Beberapa saat aku  dari belakang. Sunyi. Sepi. Tapi aku tidak mau bergeming sampai perempuan tua itu bergeming. Perlahan ku atur posisi dudukku agar nyaman. Agar menunggu tidak terasa menjenuhkan. Biar waktu yg berlalu berjalan tidak terasa.

      Tiba-tiba aku sangat terkejut. Mataku menangkap sesuatu yg mencurigakan. Sesuatu yg hitam panjang bergerak menuju perempuan tua itu berada. Aku amati dengan seksama. Hitam panjang itu makin mendekat perempuan tua itu aku jadi gelisah. Takut kalau akan melukainya. Pikirku, aku harus menghalanginya.

      Dan, secepat kilat aku menghalaunya. Dia menyerangku. Pergulatan pun tidak terhindarkan. Ku gigit tubuhnya dengan gigi terkuat ku. Dia terkulai lemah. Ku gigit lagi. Dia semakin lemah. Dan, akhirnya dia terkulai merenggang nyawa.  Alhamdulillah. Aku menghela nafasku ada rasa syukur dalam hati karna berhasil mengalahkan si jahat ini. Oh...!! Tiba-tiba aku merasa ada yg sakit dibagian muka ku. Rupanya tadi dia berhasil menggigit ku. 

      "Teng ada apa.?" Perempuan tua itu tiba-tiba menanyai ku. "Ular...? Kamu habis berkelahi dengan hewan buas itu. Terus kamu tidak apa-apa, Teng?" Perempuan tua itu sepertinya khawatir. Aku segera di gotongnya. "Kamu terkena bisa ularnya Teng ? Dia menggigit wajahmu. Oh tuhan... Selamatkanlah kucingku ini.

      Rasa sakit mulai menjalar keseluruh tubuhku. Sakit sekali. Pandangan mataku pun mulai buyar.

      "Kamu jangan mati Teng. Kamu sangat baik. Mungkin kalau tidak ada kamu ular itu menggigitku. Kamu sangat berjasa Teng. Kamu jangan mati." 

      Pandanganku semakin gelap. Kulawan rasa sakit ditubuhku dengan sekuat tenaga. Aku tidak ingin berpisah dengan perempuan tua itu, aku masih ingin hidup bersamanya Tuhan...

      "Teng, dengarkan aku tanpamu aku akan sangat sepi. Tidak ada lagi tempat curhat. Jangan tinggalkan aku Teng." Terdengar perempuan tua itu terisak. 

      Seluruh kekuatanku untuk melawan racun yg menjalar di tubuhku sudahku kerahkan tanpa sisa. Tapi usaha itu agaknya sia-sia. Aku dipaksa harus menyerah. Nek maafkan aku. Aku sudah tidak kuat lagi. Maafkan aku karna tidak bisa lagi menemani hari-hari tua mu. Hari-hari sepi mu. Semoga Tuhan mengirim penggantiku untukmu. Agar hidupmu bergairah. 

      "Guteng...!!" Tangisnya 

      Aku merenggangkan tubuhku yg mulai terasa kaku.

      "Guteng....!!!!" Tangisnya lagi. Semakin sayup. Semakin tak ku dengar. Sepi. Dan semuanya nampak gelap tubuhku pun membeku.

          ~SELESAI~

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Translate

    Fashion

    Beauty

    Total Tayangan Halaman

    Travel